Asuransi adalah salah satu bentuk perlindungan finansial yang dapat membantu melindungi individu atau perusahaan dari risiko yang tidak terduga. Ada dua jenis asuransi yang tersedia di pasaran, yaitu asuransi syariah dan asuransi non-syariah. Keduanya memiliki perbedaan dalam hal bagaimana mereka dioperasikan dan diatur, terutama dalam hal prinsip-prinsip yang digunakan untuk menyusun polis asuransi. Dalam artikel ini, akan dibahas tentang perbedaan asuransi syariah dan asuransi non-syariah berdasarkan Dewan Pengawas.
Pertama, mari kita bahas apa itu asuransi syariah. Asuransi syariah adalah asuransi yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah atau hukum Islam. Prinsip-prinsip ini melarang praktik riba atau bunga, spekulasi, dan perjudian. Sebaliknya, asuransi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip koperasi dan saling membantu antar sesama. Setiap peserta asuransi syariah adalah pemilik bersama asuransi dan mereka saling membantu satu sama lain dalam menghadapi risiko. Setiap peserta membayar premi dan kontribusi ke dalam dana yang dikelola secara kolektif untuk membayar klaim yang muncul. Keuntungan yang diperoleh dari investasi dana tersebut dibagi antara peserta dan perusahaan asuransi.
Asuransi non-syariah, di sisi lain, adalah asuransi yang dioperasikan dengan prinsip-prinsip bisnis konvensional. Asuransi non-syariah didasarkan pada prinsip-prinsip kapitalis dan keuntungan menjadi tujuan utama. Perusahaan asuransi non-syariah dapat memperoleh keuntungan dari investasi premi yang diterima dari nasabah, dan mereka juga dapat memperoleh keuntungan dari investasi dana mereka. Peserta asuransi non-syariah tidak memiliki kepemilikan di perusahaan asuransi, dan mereka tidak memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan perusahaan.
Perbedaan dalam prinsip-prinsip asuransi syariah dan asuransi non-syariah menciptakan perbedaan dalam cara kedua jenis asuransi itu diatur. Dewan Pengawas Asuransi Syariah Indonesia (DPAS) adalah lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan asuransi syariah di Indonesia. DPAS mengawasi seluruh proses operasional asuransi syariah, termasuk penetapan produk, penetapan premi, pengelolaan dana, dan pembayaran klaim. DPAS juga memastikan asuransi syariah mematuhi prinsip-prinsip syariah.
Di sisi lain, asuransi non-syariah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK bertanggung jawab untuk mengawasi semua perusahaan asuransi, termasuk perusahaan asuransi non-syariah. OJK menyusun peraturan dan kebijakan untuk memastikan perusahaan asuransi non-syariah beroperasi dengan benar, dan merespons risiko secara tepat.
Selain perbedaan dalam prinsip-prinsip dan pengaturan, ada beberapa perbedaan lain antara asuransi syariah dan asuransi non-syariah. Salah satunya adalah struktur produk. Produk asuransi syariah biasanya disusun dengan menggunakan prinsip takaful, di mana peserta asuransi saling membantu satu sama lain. Produk asuransi non-syariah, di sisi lain, biasanya disusun dengan menggunakan prinsip asuransi konvensional, di mana perusahaan asuransi adalah satu-satunya yang menanggung risiko.
Selain itu, asuransi syariah juga memberikan kontribusi sosial kepada masyarakat. Sebagai contoh, dana sosial yang dibentuk dari keuntungan investasi dana peserta dapat digunakan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Beberapa perusahaan asuransi syariah juga menawarkan produk yang dapat membantu pemilik usaha kecil dan menengah meningkatkan bisnis mereka.
Kesimpulannya, asuransi syariah dan asuransi non-syariah memiliki perbedaan dalam prinsip-prinsip yang digunakan untuk menyusun produk asuransi. Asuransi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah dan mengutamakan kerja sama saling membantu antara peserta asuransi. Asuransi non-syariah didasarkan pada prinsip-prinsip bisnis konvensional dan mengutamakan keuntungan perusahaan asuransi. Perbedaan dalam prinsip-prinsip ini menciptakan perbedaan dalam pengaturan dan pengawasan. Oleh karena itu, sangat penting bagi individu atau perusahaan untuk mempertimbangkan perbedaan ini saat memilih asuransi yang tepat untuk mereka.